www.Moslem-Shop.com Toko Muslim Online

Moslem Shop menyediakan dan menjual beberapa kebutuhan religi sehari-hari khususnya bagi muslim dimana saja. Produk yang dijual di Moslem Shop antara lain adalah Busana Muslim, Busana Muslimah, Pakaian Anak, Mukena, Jilbab, Al-Qur'an, Al-Hadist dll. Kami melayani penjualan untuk personal (partai kecil), perusahaan (partai besar) maupun bagi para reseller atau retailer yang berminat menjadi mitra bisnis kami.

Produk detailnya antara lain busana muslim, baju koko, baju butik, busana muslimah, setelan(suits), blus, gamis, jilbab berbagai merek antara lain jilbab rabbani, jilbab permata, jilbab jelita, jilbab hassanah, jilbab kinanti, jilbab Aisyah dll. Kemudian mukena, juga ada baju anak baik untuk laki-laki dan perempuan, jual Al-quran,jual Hadist, khususnya hadist2 kitabussitah sepertoi hadist bukhari, hadist muslim, hadist nasa'i, hadist muslim, hadist abu dawud dan hadist ibnu majah, serta ada juga hadist muatho'. Juga dijual buku-buku islam, vcd dan media digital islami.
Kemudian ada juga produk-produk selimut baik selimut keluarga, selimut anak, maupun selimut sport. Juga ada obat dan kosmetika, sajadah, peci, serta pernik-pernik muslim lainnya seperti gantungan kunci, hiasan dll.

Moslem Shop juga membuka kerjasama dengan agen-agen yang ingin menjual produknya di internet. Atau belum mempunyai website sendiri di internet.

Untuk info lebih lanjut hubungi kami di: 021-98968730 / 081317501130 / 08888525040
atau di YM: dawud98 dan email: cs@moslem-shop.com

Organization Effectiveness

Dr. Denison dalam risetnya membuktikan adanya korelasi yang dekat antara empat sifat kultur yaitu involvement (keterlibatan), consistency (konsistensi), mission (misi), dan juga adaptability (adaptabilitas), dalam hubungannya dengan pengukuran keefektifan sebuah organisasi. Dimana indikator performance yang diukur antara lain adalah return on assets (ROA), return on investment (ROI), product development, sales growth, market share, dan quality and employee satisfaction.
Dimensi pertama keterlibatan, memandang bahwa organisasi yang efektif adalah organisasi yang mampu memberdayakan orang-orangnya, membangun organisasi dalam tim, dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia. Dimensi kedua konsisten dengan indikator berupa nilai-nilai inti, kesepakatan, koordinasi dan integrasi. Sebagai dimensi ketiga adalah misi yang memberikan arah semua pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Kesuksesan kemungkinan besar terjadi ketika individu mempunyai tujan terarah (Denison, 1990). Adaptabilitas sebagai dimensi keempat menunjukkan seberapa besar anggota organisasi mempunyai kemampuan, serta pengalaman menciptakan perubahan.
Untuk memberikan penilaian tentang tingkat efektifitas sebuah organisasi dapat diukur dari berbagai kriteria. Kriteria tersebut antara lain adalah Productivity , Efficiency, Profit, Quality, Accident, Growth, Absenteeism, Turn over, Job Satisfaction, Motivation, Morale, Control, Conflict/Cohesion, Flexibility/Adaptability, Planning/Goals Setting, Goals Consensus, Internal Goals, Role & Norms Congruence, Managerial Interpersonal Skills, Management Task Skills, Information Management and Communication, Readiness, Utilization of Environment, Evaluation External Entities, Stability, Values of HR, Participation and Shared Influence, Training & Development, Achievement Emphasis dan terakhir adalah Overall Effectiveness.

Berdasarkan analisa penulis ternyata terdapat keterkaitan dari artikel-artikel sebelumnya, Sharing culture sebagai basis dari knoweledge management merupakan salah satu komponen dari Learning Organization. Sedangkan learning yang merupakan basic dari Learning Organization ternyata menjadi salah satu syarat terbentuknya Adaptive Organization. Selanjutnya tingkat adaptability sebagai poin sukses Adaptive Organization mempunyai korelasi yang dekat dengan kultur yang membentuk Effective Organization.
Linkage ketiga organization characteristic diatas dapat dilihat dari diagram dibawah ini. Dimana sebuah organisasi dapat dikatakan efektif adalah yang mampu menciptakan kultur dan karakteristik sebagai organisasi pembelajar dan organisasi yang adaptif serta antisipatif.

Sharing Culture

Riawan Amin, Dirut Bank Muamalat Indonesia, disela-sela syukuran ulang tahun Bank Muamalat yang ke-13 dalam sebuah pernyataannya seperti yang dilansir harian Republika mengungkapkan bahwa organisasinya terus mengembangkan konsep ZIKR, PIKR dan MIKR. Pertama, kualitas ZIKR (Zero Base, Iman, Konsistensi dan Result Oriented) harus terus diasah dan ditumbuh kembangkan di dalam diri, serta menyuburkan budaya sharing PIKR (Power, Information, Knowledge, Reward ) dan sikap MIKR (Militan, Intelek, Kompetitif dan Regeneratif) harus mampu tercermin dari setiap kinerja yang dilakukan. Case tersebut menjadi bukti bahwa budaya sharing ternyata selama ini mampu menjadi kunci sebuah organisasi untuk terus mengembangkan diri.
Tidak bedanya di perusahaan besar atau kecil, dalam Knowledge Management (KM) yang bertumpu pada budaya knowledge-sharing (saling berbagi knowledge), hambatan terbentuknya budaya ini harus dihilangkan terlebih dahulu. Salah satu hambatan yang sering ditemui adalah lemahnya peranserta dan kepedulian seluruh karyawan akan hari esok perusahaan. Waltraut Ritter, President of Hong Kong Knowledge Management Society mengatakan bahwa budaya paternalistik di Asia membuat karyawan terbiasa untuk selalu meminta petunjuk atasan untuk melakukan suatu pekerjaan. Kebiasaan ini menyebabkan karyawan rikuh untuk berkreasi. Rikuh terhadap atasan karena takut salah atau dianggap sok tau. Dan kepada sesama rekan kerja karena takut dianggap cari muka.

Memang tidak ada cara yang baku untuk membentuk suatu kekuatan kerja berdasarkan knowledge di suatu perusahaan.
Namun perusahaan perlu menciptakan iklim yang mendorong agar setiap karyawan dapat berlatih dalam proses berpikir dan dan meningkatkan kreativitasnya. Langkah taktis yang dapat dilakukan perusahaan adalah melakukan sigi (survei) tentang persepsi seluruh karyawan terhadap apa yang menjadi SWOT (Strength-kekuatan, Weakness-kelemahan, Opportunity-peluang, Threat-ancaman) bagi perusahaan. Seluruh hasil sigi kemudian dapat dijadikan bahan diskusi kelompok berdasarkan persamaan atau perbedaan pandangan yang berkembang. Diskusi inilah merupakan bahan pemicu awal knowledge-sharing. Tindak lanjut dari diskusi adalah mempraktikkan seluruh kesepakatan hasil diskusi yang kemudian dievaluasi dalam kegiatan knowledge-sharing berikutnya. Seluruh aktivitas ini selanjutnya dapat dijadikan kegiatan rutin perusahaan.
Setelah aktivitas knowledge-sharing telah bergulir, seluruh kegiatan tersebut akan lebih mudah pelaksanaannya jika dibentuk apa yang dinamakan komunitas praktisi (Community of Practice–CoP). CoP merupakan forum yang mempertemukan semua fungsi dalam organisasi untuk menggodok berbagai knowledge dengan tujuan memecahkan berbagai masalah dan menghasilkan inovasi perusahaan. Sesuai dengan namanya, CoP berorientasi pada pertukaran pengalaman praktek-praktek (best practices) terbaik yang telah dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu partisipasi aktif anggota sangat menentukan kualitas dari CoP.
CoP tidak merubah struktur organisasi, karena CoP bersifat informal, namun keberadaannya diakui dan mendapat dukungan penuh dari perusahaan. Agar anggota CoP bebas berdiskusi dan mengekspresikan pendapat dan pengalamannya, semua peserta diminta melepas semua atribut jabatan dan fungsi di organisasi. Seluruh hasil CoP ditujukan untuk kepentingan salah satu fungsi atau seluruh bagian dalam organisasi.
Dalam KM memang kita tidak cukup hanya mengandalkan teori. Sebagian besar teori dan kumpulan pengalaman mempraktikkan KM dari negara-negara maju juga tidak dapat secara serta merta diterapkan dalam organisasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena banyaknya perbedaan budaya, jenis usaha, kesiapan infrastruktur komunikasi dan informasi suatu wilayah dan tingkat melek terhadap teknologi informasi. Pola pikir dan tindakan yang diperlukan adalah, teori sebagai pijakan awal, lalu disesuaikan dengan budaya setempat, dipraktikkan dan kumpulan praktek terbaik akan dengan cepat akan membentuk teori baru yang sesuai dengan kondisi di mana kita berada.
Iklim peranserta karyawan dan persaingan yang sehat dalam perusahaan memang harus diciptakan oleh manajemen perusahaan, karena iklim ini tidak terbentuk dengan sendirinya. Budaya paternalis sangat kental dengan keteladanan pimpinan sebagai pelopor perubahan. Kebijakan yang diambil oleh pimpinan perusahaan makin menuntut knowledge yang makin beragam. Pada gilirannya pemimpin memerlukan wisdom (kebijaksanaan) management yang didasarkan atas knowledge.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya sharing sangat diperlukan dalam sebuah organisasi dengan alasan antara lain:

1. Sebagai wujud implementasi tindak lanjut dari knowedge sebagai komponen utama Learning Organization.

2. Memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu yang ada dalam organisasi tersebut untuk terus belajar dan memperluas kapasitas dirinya dengan take and give knowledges.

3. Menciptakan iklim yang mendorong agar setiap karyawan dapat berlatih dalam proses berpikir dan terus meningkatkan kreativitasnya.

4. Sebagai wujud dialog atau komunikasi dan interaksi untuk menggali dan menyelesaikan bersama seluruh aspek masalah, rencana atau tindakan yang ada dalam organisai.

5. Membentuk iklim optimalisasi peran serta seluruh karyawan dan persaingan (kompetisi) yang sehat dalam perusahaan demi peningkatan kompetensi dan kapabilitas karyawan itu sendiri serta demi kemajuan perusahaan.

Adaptive Organization


Menurut Charles Darwin, organisasi yang mampu bertahan dan berumur panjang bukanlah yang terkuat melainkan yang paling adaptif, yaitu yang selalu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan. What Is “Adaptive? Adaptif adalah fokus dalam menjadikan proses bisnis lebih flexible dan capable, sehingga organisasi dapat melakukan perubahan yang cepat. Tingkat adaptabilitas menurut Dr.Denison juga disebut sebagai salah satu syarat kultur yang membuat sebuah organisasi mampu berubah dan bersaing sekaligus memenangkan persaingan tersebut.
Situasi sekarang ditandai dengan ketidaktentuan. Ekonomi dunia menjadi lebih unpredictable dan chaotic. Dan organisasi bagaikan organisme yang tetap harus berkembang kalau ingin terus survive. Setiap perubahan dalam keteraturan membawa sebuah proses ke persimpangan jalan yang mengerikan, Adapt or die! Begitu ungkapan ekstrimnya. Sebagai contoh kesuksesan beradaptasi dalam persaingan adalah HM Sampoerna.
Hermawan Kartajaya didalam ulasannya di buku 4-G Marketing: A 90-Year Journey of Creating Everlasting Brands, menjelaskan bahwa ada tiga core winning characteristics Sampoerna yang menjadikannya sebagai perusahaan raksasa di Indonesia. Ketiga aspek tersebut adalah adaptability, culture, dan innovation.

Sebuah organisasi yang adaptif salah satunya adalah yang mampu untuk:
Fokus pada pengembangan perubahan ekonomi bisnis dengan tujuan mempertinggi performance organisasi; seperti profitability, growth, liquidity dll. Memanfaatkan IT untuk mengotomasi bentuk baru dari berbagai collaboration, innovation, resource sharing, dan sourcing. Terus optimis mengembangkan rangkaian modul resources (seperti people, products, services, technologies, dan processes) dan Melakukan semua tugas kedalam sebuah mode waktu didalam sebuah market kompetitif yang terus berubah.

Mencapai Organisasi yang Adaptive.
Untuk menjadi sebuah organisasi yang adaptive, diperlukan bebarapa langkah maturity sebagai berikut:

Reactive state:

Perusahaan melakukan aksi berdasarkan sebuah rangsangan (take action based on stimulus). Ada keinginan untuk merencanakan, namun eksekusinya belum terorganisir karena miskinnya perencanaan dan koordinasi internal.
Managed state:

Perusahaan masih berkonsep reactive, namun sudah mempunyai sebuah set proses dan prosedur yang digunakan untuk bereaksi. Panning yang ada berfokus pada bagaimana bertindak lebih baik dan mengoptimalkan proses tersebut.
Proactive state:

Fasa dimana perusahan-perusahaan mulai mengantisipasi kebutuhan, melakukan usaha yang luas dan kompeks dalam merencana, dan hanya bertindak reactive sekali-kali, namun sudah cenderung melakukan proses otomasi. Perusahaan-perusahan seperti ini jarang kehilangan kendali/pertahanan. Mereka mampu menyebutkan rencana jangka panjang, mempunyai proses dokumentasi yang baik dan koordinasi organisasi yang ekstensif.
Adaptive state:

Organisasi yang tidak sekedar proaktif, namun juga dapat otomatis membuat perubahan dengan usaha manual lewat sebuah proses maupun dengan menggunakan otomasi teknologi via metric analysis. Mereka mampu bertindak antisipatif dalam menghadapi masalah sekaligus mencegah masalah terjadi. Step-step sebuah organisasi menuju adaptive organization dapat terlihat seperti diagram dibawah ini.

Membentuk Organisasi yang Adaptif

Menurut William Fulmer pengarang buku Shaping the Adaptive Organization, dalam dunia bisnis sudah banyak seorang pemimpin yang sukses melihat perbedaan dan mampu memanfaatkanya sebagai kunci untuk mengalahkan para pesaing. Sebagai contoh disaat banyak pihak menilai kemunculan internet sebagai ancaman bagi bisnis mereka, yang lain menilainya sebagai peluang besar. Dan ketika kebanyakan bioskop/studio film ditandingi televisi, Walt Disney mampu bertahan dan memanfaatkannya.
Untuk membangun sebuah organisasi yang adaptif, yang dapat terus survive dan berkembang meski berada dilingkungan yang terus berubah perlu konsep dan strategi sebagai berikut:

1. Landscape
Adaptive
erat hubungannya dengan kemampuan untuk cepat berubah dan terus berupaya antisipatif. Untuk mengetahui kapan seharusnya organisasi berubah, seorang eksekutif atau pemimpin bisnis harus meakukan survey pada jangkauan, bentangan ada pandangan bisnis mereka. Bagaimana mereka melihat lingkungan bisnis mereka? Apakah hierarchical atau flat? Bagaimana hubungannya dengan organisai lain yang sejenis? Langkah selanjutnya seperti membuat Internal Factor Analysis Summaries (IFAS) yang berupa strength (kekuatan) dan weakness (kelemahan), serta External Factor Analysis Summaries (EFAS) yaitu opportunity (peluang) dan threath (ancaman) dari organisasi yang mereka pimpin.
Seorang pemimpin harus lebih dahulu memahami organisasi tersebut sebelum memulai mengubahnya. Memahami landscape organisai dan peran perubahan terhadap perusahaan adalah poin utama untuk memikirkan kembali critical strategies perusahaan. Langkah-langkah selengkapnya dalam upaya landscape yaitu:
Melihat jauh ke masa depan
Kebanyakan dari organisasi tidak mampu melihat horizon lingkungan bisnis mereka, dan malah terpaku fokus pada sebagian masalah yang dihadapi sekarang tanpa mempersiapkan usaha-usaha antisipatif.
Memahami landscape bisnis
Melihat dunia yang semakin susah diprediksi, pemimpin bisnis seharusnya tidak hanya sekedar personal yang memahami lingkungan kompetitif pada organisasinya dimana organisasi tersebut beroperasi, namun juga mampu membantu orang lain didalam organisasi tersebut untuk ikut memahaminya dengan baik.

Memahami prinsip ketidaktentuan dunia bisnis
Sebuah pemahaman pada sistem adaptif yang komplek akan memberikan pemimpin bisnis mengetahui apa yang hilang pada kebanyakan management praktis sekarang. Yaitu sebuah prespektif luas pada dunia bisnis.
Memahami rencana strategis pada organisasi yang adaptif
Perusahaan yang sukses da
lam sebuah ketidakrataan landscape tidak hanya mencoba untuk menyederhanakan proses kerja dan terus beradaptasi untuk menyesuaikan landscape namun juga secara konstan mengembangkan sistem.
2. Learning.
Perusahaan yang sukses menciptakan sebuah kultur adaptif adalah yang tidak hanya sekedar mendorong setiap individunya untuk terus belajar namun juga men-share-nya. Dengan upaya pembelajaran terus menerus ini, perusahaan akan mampu merespon lebih cepat pada perubahan kondisi market. Upaya learning erat hubungannya dengan knowedge management yang sangat dibutuhkan sebuah organisai yang ingin terus berkembang dan survive. Karena pembelajaran ini akan meningkatkan kreatifitas dan produktifitas anggota yang otomatis berpengaruh pada reliability organisasi.
3. Leadership
Me-manage sebuah organisai yang adaptif memerlukan visi dan skill non tradisioanal. Dan disini dibutuhkan jiwa kepemimpinan tidak hanya sebagai penunjuk arah namun pembimbing menuju keberhasilan dalam melawan kompleksitas dan menciptakan sebuah organisai yang ulet ( Resilient Organization). Pemimpin organisasi harus berpikir tidak hanya dengan siapa mereka menciptakan hubungan (relationships) tapi juga tentang tipe hubungan apa yang mereka inginkan beserta resiko yang terkait dengan berbagai relationship. Juga perlu diciptakan sebuah adaptive leadership dalam lingkungan yang kompleks, sehingga pemimpin akan berperan lebih dari sebagai ‘pahlawan’ yang menjadi figur tersendiri yang mencoba mengontrol dan mengkemudikan organisasi, namun juga sebagai katalisator dan fasilitator.
Dalam buku Shaping the Adaptive Organization, Gary Beinger, seorang eksekutif eBay mengatakan bahwa organisasi yang adaptif akan mampu bergerak 10 kali lebih cepat dari organisai normal. Organisasi yang adaptif juga cenderung mempunyai powerful dan mampu mengatasi permasalahan sendiri dengan cepat.

Manfaat Menjadi Adaptive
Manfaat yang diterima sebuah organisasi yang mampu adaptif adalah sebagai berikut:
Efficiency/utilization
Mengatur penggunaan sumber critical organisasi ; seperti financial dan sumber daya manusia, untuk menghasilkan benefit yang paling optimal bagi perusahaan.
Flexibility

Kemampuan yang mengijinkan sebuah organisasi untuk selalu siap bertindak ketika sebuah kesempatan telah teridentifikasi, baik sebuah kesempatan bisnis, keperluan kompetisi baru, ataupun kesempatan untuk menggunkan teknologi untuk mendukung business services. Sebuah adaptive organization akan menciptakan proses dan struktur yang dapat dirubah dengan sedikit pengaruh, usaha dan minimum perselisihan.
Timeliness

Memungkinkan sebuah organisasi tersebut untuk tidak sekedar mampu bereaksi/bertindak namun mampu bertindak cepat dan tepat. Kecepatan dalam menangkap opportunity tersebut mencakup pengaruh langsung pada kemampuan untuk memanfaatkannya lebih lanjut. Sebagai contoh parameter keberhasilannya adalah seberapa cepat sebuah line bisnis mampu melaunching sebuah produk baru.
Value/cost
Meningkatkan value yang diberikan ke organisasi lewat posisi yang memberikan keuntungan terbaik dari pertumbuhan opportunity. Juga pemahaman dan kontrol over cost dan kemampuan untuk bertindak cepat pada kesempatan baru demi memaksimalkan keuntungan perusahaan yang dapat dicapai.